Berpikir sering membuat manusia
mendapat masalah, karena dengan berpikir seringkali membuatnya menjadi:
- tidak jelas, kacau, atau bingung
- terlalu cepat mengambil kesimpulan
- kehilangan jejak dari tujuannya
- tidak realistis
- fokus pada hal-hal yang remeh
- tidak menyadari kontradiksi
- mempercayai informasi yang tidak akurat
- mengajukan pertanyaan yang tidak jelas
- memberikan jawaban yang tidak jelas
- mengajukan pertanyaan yang berlebihan
- mengajukan pertanyaan yang tidak relevan
- bingung membedakan jenis pertanyaan
- menjawab pertanyaan yang sebenarnya tidak kompeten untuk dia jawab
- menyimpulkan berdasarkan informasi yang tidak relevan atau tidak akurat
- mengabaikan informasi yang tidak mendukung pendapatnya
- menarik kesimpulan tidak berdasarkan pengalaman
- mengubah data dan menyampaikannya secara tidak akurat
- tidak menyadari kesimpulan yang dibuatnya
- mengambil kesimpulan yang tidak beralasan
- tidak menyadari bahwa dia telah berasumsi
- seringkali membuat asumsi yang tidak tepat
- melewatkan hal-hal yang menjadi kunci
- menggunakan ide-ide yang tidak relevan
- membentuk ide-ide yang membingungkan
- membuat konsep-konsep yang dangkal
- menggunakan kata-kata yang salah
- mengabaikan sudut pandang yang relevan
- tidak mau menerima sudut pandang orang lain
- bingung membedakan masalah yang berlainan
- tidak menyadari prasangka yang dibuatnya
- berpikir dangkal
- berpikir tidak tepat
- berpikir tidak logis
- berpikir hanya dari satu sisi
- berpikir munafik
- berpikir etnocentric
- berpikir egocentric
- tidak rasional
- gagal mencari akar permasalahan
- mengambil keputusan secara serampangan
- tidak mampu berkomunikasi dengan baik
- tidak sadar akan ketidaktahuannya
.... dan banyak lagi masalah yang
bisa ditimbulkan saat seorang anak manusia mulai berpikir. Jadi.... buat apa
mikir? Dan mengapa manusia harus berpikir?
Konon, jawabannya simple, yaitu:
hanya dengan berpikir seseorang bisa mengubah diri serta hidupnya. Hanya dengan
berpikir, seseorang bisa merencanakan dan mengendalikan masa depannya. Hm...
jawaban yang terlalu sederhana bukan?
Konon, manusia itu adalah makhluk
yang selalu berpikir. Bahkan, menurut gosip, berpikir itu adalah hal paling
utama yang dilakukan oleh setiap manusia. Yang namanya manusia itu, akan mulai
berpikir dari detik pertama saat mereka baru bangun dari tidur, sampai akhirnya
mereka tidur lagi. Sepanjang hari, dari pagi sampai malam, mereka terus
berpikir. Sepertinya, mereka tidak bisa lepas dari pikirannya sendiri, meski
saat mereka menginginkannya. Kasian mereka.
Dalam setiap momen kehidupannya,
manusia itu akan terus berpikir. Pikiran-pikirannya tersebut akan membentuk
perasaan, hasrat, keinginan, dan menuntunnya untuk beraksi. Itu artinya, cara mereka
berpikir akan menentukan cara mereka mereka bertindak. Contohnya, cara mereka
memikirkan tentang situasi finansialnya akan menentukan keputusannya yang
menyangkut finansial. Cara dia berpikir mengenai pekerjaannya akan menentukan
tindak-tanduknya saat bekerja.
Dan masalahnya adalah, pikiran
manusia itu seringkali kacau sehingga menuntun mereka untuk mengambil aksi-aksi
yang pada akhirnya mereka sesali sendiri. Bahkan, konon, masalah dalam
berpikir, mungkin adalah penyebab utama timbulnya berbagai masalah dalam
kehidupannya. Pikiran-pikiran tersebut seringkali mengarahkan manusia pada
konflik, peperangan, perpecahan, permusuhan, penderitaan, frustasi, kekejaman,
dan kehancuran.
Namun sayang, meski ada yang salah
dengan pikirannya, kebanyakan manusia itu umumnya merasa sudah cukup puas
dengan cara berpikirnya. Sebabnya adalah antara lain karena konon, dalam
masyarakat manusia, mengembangkan cara berpikir itu tidak ada gunanya, tidak
ada nilainya, alias tidak ada manfaatnya. Hingga wajar, jika jarang ada manusia
yang mau mencari akar permasalahan yang ada didalam pikirannya. Mereka
cenderung dan lebih suka mencari penyebab masalah tersebut di tempat lain, dari
pada mencari di dalam pikirannya sendiri.
Karena itulah, konon, menurut gosip,
jika seseorang ingin mengubah hidupnya, dia harus memulainya dengan cara
mengubah pikirannya. Dia harus memulainya dengan cara memperhatikan, mengamati,
dan menjadi saksi atas kekuatan yang dimiliki oleh pikiran-pikirannya. Dia
harus mulai mendisiplinkan diri untuk berpikir dengan memanfaatkan
pengetahuannya. Dia harus mulai menganalisa, menghargai, dan meningkatkan
pemiikiran-pemikirannya. Dia harus mulai berpikir kritis.
Untuk mulai menghargai pikirannya,
pertama-tama dia harus mengetahui kelemahan yang terdapat di dalam kondisi
pikiran yang "normal." Dengan kata lain, jika tidak diperhatikan
secara aktif, secara natural pikiran manusia itu cenderung untuk menimbulkan
masalah. Contoh, manusia itu cenderung untuk berprasangka. Manusia itu
cenderung untuk meniru-niru. Manusia cenderung untuk bersifat munafik.
Terkadang, mereka juga cenderung untuk mencari pembenaran atas semua tindakan
yang dilakukannya, meski mereka sadar bahwa tindakannya itu salah. Manusia itu
juga seringkali mengabaikan masalah-masalah penting yang sebenarnya.... dengan
niat dan pemikiran yang baik, bisa diselesaikannya.
Selain itu, saat manusia bertindak
tidak rasional, tindakan tersebut biasanya tampak beralasan baginya. Dia
menentang rasa bersalah itu dengan mengatakan (pada diri sendiri),
"Mengapa orang-orang itu menyulitkan aku? Aku hanya melakukan apa yang aku
anggap masuk akal bagiku. Orang yang berakal sehat pasti akan memaklumi
perbuatan ku!" Singkatnya, secara natural, pikiran manusia cenderung untuk
mencari pembenaran. Sepanjang yang dia tahu, dia cuma melakukan apa yang benar,
sesuai dan beralasan. Setiap pikiran yang menyarankan kemungkinan bahwa dia
mungkin telah melakukan sesuatu yang salah, biasanya akan dia lawan dengan
mengatakan pada diri sendiri: "Aku tidak bermaksud jahat. Aku adalah aku!
Aku bertindak adil! Orang lainlah yang salah!"
Karena itu, sangat penting untuk
mengenali pembenaran diri secara natural yang ada di dalam kondisi pikiran
manusia ini. Dengan kata lain, manusia itu tidak perlu lagi diajari cara untuk
membenarkan, menyenangkan, berpikir dan bertindak yang menipu diri sendiri.
Pola-pola semacam ini sudah ada secara alami dalam diri setiap manusia. Tapi
bagaimana cara kerja dari pola penipuan diri sendiri ini? Atau dengan kata
lain, bagaimana mungkin manusia selalu bisa melihat dirinya sebagai orang yang
benar, bahkan saat fakta berbicara lain?
Itu terdapat dalam kemampuan yang
luar biasa dari pikiran manusia untuk memunculkan pikiran-pikiran yang tidak
beralasan yang akan tampak menjadi sangat beralasan. Mungkin kemampuan inilah
yang menjadi penyebab utama gagalnya manusia untuk menyadari bahwa dirinya
tidak rasional.
Sebagai contoh misalnya seorang
supervisor yang berjenis kelamin wanita, dimana setelah melakukan interview
terhadap pelamar dari kedua jenis, pria dan wanita, akan selalu memilih wanita
untuk dipekerjakan. Sang supervisor ini menganggap dirinya tidak memihak dan
objektif. Saat ditanya kenapa dia memilih mempekerjakan wanita, dia pasti akan
mampu memberikan alasan yang mensupport keputusannya, misalnya berdasarkan
pengalaman kerja, skill, dan sebagainya. Dalam mensupport keputusannya, dia
memandang dirinya telah berlaku adil karena telah mencoba untuk memilih yang
terbaik. Dan satu-satunya cara agar dia merasa benar adalah dengan menganggap
dirinya telah bertindak objektif. Dengan kata lain, cara berpikir yang
menyimpang akan tampak dipikirannya sebagai cara berpikir yang tidak memihak,
tanpa prasangka, dan tidak berat sebelah. Jarang ada manusia yang mau melihat
diri sendiri sebagai orang yang salah. Manusia lebih cenderung untuk melihat
dirinya sebagai orang yang benar, meski fakta jelas-jelas mengatakan
sebaliknya.
Begitulah sifat alami manusia.
Dengan berbagai tingkatan, semua manusia itu selalu berprasangka. Manusia itu
suka meniru-niru dan menipu diri sendiri. Manusia itu selalu melihat diri
sebagai orang yang benar. Karenanya, dalam berbagai tingkatan, manusia itu
seringkali menjadi korban dari egonya sendiri. Memang benar, tidak ada manusia
yang bisa berpikir dengan sempurna, tapi setidaknya dia bisa menjadi pemikir
yang lebih baik.
Agar menjadi pemikir yang lebih
baik, setiap hari, manusia itu perlu memperbaiki cara berpikirnya, yaitu dengan
cara meningkatkan kesadarannya. Dia perlu menemukan masalah yang terdapat di
dalam pikirannya lalu memperbaikinya. Hanya dengan cara itu dia bisa
memperbaiki diri dan kehidupannya. Dalam diri setiap manusia, terdapat
kemampuan untuk memperbaiki pikirannya. Dia bisa menggunakan pikiran-pikirannya
itu untuk mendidik dirinya. Dia bisa menggunakan pikirannya, untuk mengubah cara
berpikirnya. Dan dia pasti bisa membentuk ulang dan mengubah dirinya. Sekian
dan terima kasih.
Dikutip
dari: http://belajar-yok.blogspot.com/2010/12/kualitas-berpikir-mempengaruhi-kualitas.html
0 comments:
Posting Komentar